Tungkaran sebagai Lahan Basah Penuh Potensi di Martapura, Kalimantan Selatan
Hampir di setiap daerah di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki lahan basah. Baik itu berupa sungai, rawa, pantai, dan sebagainya. Kalau dicermati dengan baik, lahan basah-lahan basah tersebut sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar jika dimanfaatkan dengan benar.
Tungkaran hanyalah salah satu dari potensi lahan basah, berupa rawa, yang dimiliki oleh Kalimantan Selatan. Rawa yang lain berada di daerah-daerah Hulu Sungai.
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis. Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut "pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Di rawa Tungkaran ini banyak terdapat flora dan fauna khas daerah rawa.
Flora-flora tersebut seperti teratai, kangkung, eceng gondok, talas, berbagai jenis ilalang serta flora-flora lain yang bahkan penduduk setempat pun tidak tahu namanya. Sedangkan flora “penghuni rawa” yang terlihat adalah ikan yang diberi nama “kapar” oleh penduduk setempat, serta capung dan kupu-kupu yang beterbangan di atas rawa.
Gambar 2. Teratai
Gambar 5. Salah satu flora yang mendominasi di lahan basah
Gambar 7. Alang-alang dan Eceng Gondok
Gambar 8. Ikan Kapar
Dibandingkan dengan rawa yang terdapat di daerah Hulu Sungai, rawa Tungkaran ini terlihat kurang teratur dan terkesan kotor. Hanya sedikit yang memiliki pemandangan yang indah dan teratur. Untuk rawa yang terdapat di Hulu Sungai, baik itu bagian rawa yang dikonversi menjadi lahan pertanian, perumahan, maupun yang bebas dihuni flora dan fauna rawa, terlihat lebih indah dan teratur. Untuk rawa di daerah Tungkaran ini, bagian rawa yang dikonversi untuk perumahan dan pertanian terlihat cukup bagus, sedangkan yang dibiarkan bebas tampak kotor. Padahal bagian rawa yang bebas ini dapat menjadi potensi pariwisata yang sangat bagus jika dikelola dengan baik.
Berbicara tentang masalah konversi rawa, rawa di daerah Tungkaran ini mulai banyak dikonversi menjadi daerah perumahan. Sedangkan yang menjadi lahan pertanian hanya sedikit. Selain itu, tampaknya daerah rawa ini juga pernah dicoba konversi menjadi kamar kecil. Namun dilihat dari kondisinya, kamar kecil ini mungkin tidak digunakan lagi.
Gambar 9. Rawa yang Dikonversi menjadi Lahan Perumahan dan Pertanian
Aktivitas penduduk yang terlihat dalam pemanfaatan rawa ini bermacam-macam. Kebanyakan penduduk melakukan aktivitas memancing tetapi ada pula yang menyingkirkan tanaman eceng gondok yang kemungkinan besar dilakukan untuk menyiapkan bagian rawa tersebut untuk menjadi lahan pertanian.
Sekarang yang menjadi masalah adalah seberapa luas daerah rawa yang boleh kita konversi menjadi daerah perumahan, pertanian, tempat memancing dan sebagainya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu tidak bisa hanya dengan mendatangi lokasi dan melihat-lihat keadaan di sana. Kita harus mengadakan penelitian yang lebih lanjut tentang daerah rawa ini untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Seperti data seberapa besar karbon yang dapat ditampung rawa tersebut, data perilaku flora dan fauna penghuni rawa, data bagaimana cara penduduk setempat memanfaatkan rawa tersebut dan sebagainya. Data-data tersebut dapat kita gunakan untuk mengetahui batas maksimal daerah rawa yang boleh dimanfaatkan menjadi lahan pertanian dan perumahan.
0 komentar:
Posting Komentar